Minggu, 17 Februari 2013

PAM dan Sanitasi Makanan - Flavouring Agents


A.    DEFINISI
Flavouring Agents atau dalam istilah umum disebut perisa makanan adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menguatkan rasa makanan. Sebagai contoh biskuit rasa buah-buahan selalu menggunakan perisa makanan ini agar lebih terasa sensasi rasa buahnya. Perisa makanan ini memberikan sensasi aroma dan flavor tersendiri di tiap-tiap jenisnya. Aroma adalah sensasi yang diterima rongga hidung terhadap bau-bauan yang harum dan dapat juga digunakan sebagai pewangi pangan, sedangkan flavor merupakan keseluruhan sensasi yang diterima oleh tubuh ketika pangan dikonsumsi, utamanya dalam bentuk rasa dan aroma.
Istilah flavor selain dapat berarti kesan atau persepsi, sering dimaksudkan pula dengan senyawa yang menimbulkan flavor. Bahkan, sering pula diartikan seperti sebuah formulasi (kumpulan) bahan kimia yang sengaja dibuat untuk menimbulkan flavor-flavor tertentu. Sebagai contoh flavor daging ayam, sebetulnya dalam bahasa inggris diistilahkan dengan flavouring, namun dalam bahasa indonesia diterjemahkan dengan perisa (pemberi rasa aroma).
Pemberian bahan tambahan perisa ini diatur dalam SNI – 01 – 7152 – 2006, yaitu tentang :
“Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavor, dengan pengecualian rasa asin, manis, dan asam. Tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan tidak diperlakukan sebagai bahan pangan.”
Definisi tersebut merupakan kutipan definisi perisa yang dilansir oleh International of Flavour Industry (IOFI) yaitu,
Concentrated preparation, with or without flavour adjunct, used toimpart flavour, with exception of only salt, sweet or acid tastes. It is not intended to be used as such.”
Berdasarkan SNI-01-7152-2006, perisa dibedakan menjadi tujuh jenis yaitu senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa, perisa asap, senyawa perisa identik alami, senyawa perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Khusus untuk perisa asap dan perisa hasil proses panas diberikan perhatian khusus karena adanya bahan berbahaya yang dapat terbentuk selama proses pembuatannya, yakni benzo[a]piren dan 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD). Kedua senyawa tersebut dinamakan senyawa penanda bagi masing-masing perisa. Keberadaan benzo[a]piren dalam produk pangan jumlahnya tidak lebih dari 0,03 µg/kg sedangkan 3-monochloropropane-1,2-diol (3-MCPD) tidak lebih dari 20 µg/kg untuk produk cair dan 50 µg/kg untuk produk padat.
Perisa terdiri atas dua komponen utama, yakni bagian perisa dan bukan perisa. Bagian perisa dapat berupa senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa, perisa asap, senyawa perisa identik alami, senyawa perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Sedangkan bagian bukan perisa dikenal sebagai ajudan perisa (flavouring adjunct).

A. 1 Pengaturan perisa
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 722/Menkes/Per/IX/ 88 merupakan salah satu perangkat regulasi penggunaan BTP yang dimiliki Indonesia. Permenkes tersebut menggolongkan BTP ke dalam 13 kelompok berdasarkan fungsinya, salah satunya adalah penyedap rasa dan aroma (perisa). Peraturan tersebut mengatur jenis dan penggunaan perisa dalam produk pangan sebanyak 75 jenis.
Perkembangan mutakhir dari kajian yang telah dilakukan JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) tercatat hingga tahun 2009 sebanyak 1879 senyawa perisa yang dimasukkan ke dalam positive list yaitu senyawa yang dinilai aman (GRAS = Generally Recognized as Safe) digunakan dalam produk pangan. Dengan demikian, peraturan yang ada tersebut dipandang perlu untuk dikaji kembali seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan.
Badan POM bersama pakar terkait telah melakukan pengkajian dan menyusun SNI-01-7152-2006 tentang bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan. Untuk selanjutnya SNI-01-7152-2006 tersebut akan dimandatorikan melalui penyusunan Peraturan Kepala BPOM tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Perisa dalam Pangan. Sampai saat ini, rancangan peraturan tersebut masih dalam tahap pembahasan bersama Tim Pakar.
Sebelum diberlakukannya SNI 01-7152-2006, Indonesia menganut sistem positive list dalam pengaturan penggunaan perisa. Hal tersebut dapat dicermati dari 75 jenis senyawa perisa yang diizinkan tanpa merinci penggunaannya dalam produk pangan dan batas maksimum penggunaan untuk semua senyawa perisa adalah secukupnya. Positive list merupakan pengaturan penggunaan perisa yang telah dinilai aman oleh institusi terpercaya seperti JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) SNI-01-7152-2006 tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan menganut sistem campuran (gabungan antara positif list dan negatif list). Positif list yang dimaksud adalah perisa yang diizinkan digunakan dalam produk pangan sedangkan negatif list adalah senyawa bioaktif dalam perisa yang dibatasi penggunaannya serta bahan dan atau senyawa yang dilarang terdapat dalam perisa yang digunakan dalam produk pangan. Secara ringkas SNI tersebut memuat aturan tentang perisa yang diizinkan digunakan dalam produk pangan, senyawa bioaktif dalam perisa yang dibatasi penggunaannya, bahan dan atau senyawa yang dilarang terdapat dalam perisa yang digunakan dalam produk pangan, serta ajudan perisa (flavouring adjunct).
Perisa yang diizinkan digunakan dalam produk pangan terdiri dari 1879 senyawa perisa berdasarkan hasil kajian JECFA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) yang dinyatakan aman. Senyawa bioaktif dalam perisa yang dibatasi penggunaannya dalam produk pangan terdiri dari aloin, asam agarat, asam sianida, beta asaron, berberin, estragol, hiperisin, kafein, kuasin, komarin, kuinin, minyak rue, safrol, iso-safrol, alfa santonin, spartein, dan tujon.
Sedangkan bahan dan atau senyawa yang dilarang terdapat dalam perisa yang digunakan dalam produk pangan adalah dulkamara, kokain, nitrobenzen, sinamil antranilat, dihidrosafrol, biji tonka, minyak kalamus, minyak tansi, dan minyak sassafras.
Seperti telah diuraikan, perisa terdiri atas dua komponen utama, yakni bagian perisa dan bukan perisa. Bagian bukan perisa dikenal sebagai ajudan perisa (flavouring adjunct).

A. 2 Ajudan perisa (flavouring adjunct)
Istilah ajudan perisa (flavouring agent) didefinisikan sebagai bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan, pelarutan, pengenceran, penyimpanan, dan penggunaan perisa. Ajudan perisa terdiri dari pembawa (carrier) dan pelarut pengekstrak (extraction solvent).
Definisi pembawa (carrier) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk melarutkan, mengencerkan, mendispersi atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya (pembawa tersebut tidak menghasilkan efek teknologi) untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan atau zat gizi di dalam pangan. Sedangkan definisi pelarut pengekstrak (extraction solvent) adalah pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi selama pengolahan bahan baku, bahan pangan, atau komponen atau ingridien dari bahan baku atau bahan pangan yang selanjutnya dihilangkan, tetapi secara tidak sengaja dapat menyisakan atau secara teknologi tidak dapat dihindari keberadaan residu atau produk turunan dalam bahan pangan atau ingredien. Peranan pelarut dalam pembuatan perisa sangatlah penting karena pada umumnya perisa dibuat melalui proses pencampuran bahan-bahan kimia yang disebut dengan aroma chemicals. Kemudian bahan-bahan kimia tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai sehingga perisa tersebut nantinya dapat digunakan dalam produk pangan.
Penggunaan senyawa lain yang ditujukan sebagai ajudan perisa namun tidak tercantum dalam pembawa (carrier) dan pelarut pengekstrak (extraction solvent) dapat digunakan apabila termasuk dalam golongan bahan pangan, bahan tambahan pangan dengan mengikuti peraturan bahan tambahan pangan yang berlaku, dan bahan penolong (processing aids) mengikuti peraturan bahan penolong yang berlaku. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh CAC/GL 66-2008 Guidelines For The Use of Flavourings bahwa perisa dapat mengandung non-flavouring food ingredients, yang meliputi bahan tambahan pangan, bahan baku yang diperlukan untuk produksi, penyimpanan, penanganan dan penggunaan. Berdasarkan peraturan tersebut, non-flavouring food ingredients ini seharusnya:
  • Dibatasi seminimal mungkin demi menjaga keamanan dan kualitas dari perisa juga untuk memfasiitasi penyimpanan dan kemudahan dalam penggunaannya.
  • Jika tidak memiliki fungsi teknologi dalam produk pangan maka pemakaiannya sesedikit mungkin
  • Jika dalam produk akhir memiliki fungsi teknologi maka penggunaannya mengikuti GSFA dan Codex Stan 192-1995.

A. 3 Pelabelan perisa
Seperti telah diuraikan di atas, perisa menurut SNI-01-7152-2006 tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan terbagi ke dalam tujuh jenis perisa, yaitu senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa, perisa asap, senyawa perisa identik alami, senyawa perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Namun untuk tujuan pelabelan produk pangan, perisa dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu perisa alami, perisa identik alami, perisa artifisial, dan perisa hasil proses panas. Untuk menjelaskan pengertian dari masing-masing kelompok perisa tersebut.
Hal ini juga akan diatur dalam revisi Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan yang mengatur bahwa produk pangan yang mengandung perisa sekurang-kurangnya harus mencantumkan kelompok perisa.

A.    4 Beberapa senyawa ester sebagai perisa makanan
Ester yang beraroma buah-buahan (seperti isopentil asetat yang beraroma pisang) banyak digunakan sebagai penambah aroma (essen) pada makanan dan minuman. 
Dalam bidang farmasi, beberapa obat merupakan senyawa ester yang paling populer adalah obat penghilang rasa sakit serta pelemas otot. Senyawa-senyawa tersebut adalah turunan asam salisilat seperti aspirin dan minyak gosok.
Minyak merupakan senyawa triester dari senyawa asam karboksilat dengan gliserol, minyak dimanfaatkan untuk menggoreng produk makanan. Minyak dan lemak juga merupakan bahan baku pembuatan sabun. Ester dari alkohol rantai panjang dengan asam karboksilat rantai panjang merupakan bahan pembuatan lilin nonparafin.

Jenis-jenis perasa alami dan buatan

Amil Asetat -perasa rasa Pisang- umpamanya, bila dihasilkan dari mencampurkan Cuka dengan Amil Alkohol, dengan menambahkan Asam Sulfur sebagai katalis, maka Amil Asetat ini adalah ‘perasa buatan’. Namun apabila dihasilkan dari menyuling Pisang dengan Pelarut , maka Amil Asetat ini adalah ‘perasa alami’. Tatkala Benzaldehida -perasa rasa Almond- didapat dari sumber alami, seperti Persik dan biji Aprikot, ia mengandung bercak-bercak Hidrogen Sianida, sebuah racun yang mematikan.
Namun tatkala Benzaldehida didapat dari mencampur minyak cengkeh dengan Amil Asetat, maka justru tidak mengandung Sianida sama sekali.
Rasa sebuah makanan bisa berubah secara drastis dengan sedikit perubahan dalam campuran perasa yang dipakainya. Bahan kimia yang menyuguhkan rasa dominan lada manis dapat terasa dalam jumlah amat rendah -0,02 bagian per miliar- jumlah yang satu tetesnya cukup untuk menambah rasa lima kolam renang ukuran rata-rata.
Perasa arbei –sejenis yang bisa dijumpai dalam susu kocok arbei Burger King- berisi bahan-bahan berikut : Amil Asetat, Amil Butirat, Amil Valerat, Anethol, Anisil Format, Benzil Asetat, Benzil Isobutirat, Asam Butirat, Cinnamil Isobutirat, Cinnamil Valerat, Minyak Esens Cognag, Diasetil, Dipropil Keton, Etil Asetat, Etil Amil Keton, Etil Butirat, Etil Cinnamat, Etil Hiptanoat, dan seabreg senyawa lainnya.
Sekelompok kecil dan elit kaum ilmuwan yang menciptakan perasa ini biasa disebut dengan sebutan ‘flavoris’. Mereka menggunakan sejumlah disiplin ilmu dalam kerjanya, biologi, psikologi, fisiologi, dan kimia organik. Seorang flavoris adalah seorang ahli kimia dengan hidung terlatih dan kepekaan yang ‘puitis’. Perasa diciptakan dengan mencampur setumpuk bahan kimia yang berbeda-beda dalam jumlah kecil, sebuah proses yang dituntun oleh prinsip-prinsip saintifik namun menuntut seni tingkat tinggi yang tertentu.
Pada zaman ketika aroma yang sedap, rasa yang lembut, dan oven mikowave tidak bisa hidup berdampingan, maka tugas seorang flavoris adalah membangkitkan ‘ilusi’ tentang makanan olahan yang menjamin kesukaan konsumen. Cara kerja mereka ibarat sama dengan mozart dalam menggubah musiknya. Campuran perasa yang dianggap baik itu jika mempunyai ‘nada puncak’, disusul ‘lambatan’ dan ‘turunan’, dengan pemakaian bahan-bahan kimia yang berlainan yang bertanggungjawab pada tiap tahapan rasanya.
Aroma sebuah makanan bisa berperan sebanyak 90% atas rasanya, karena putik-putik rasa di lidah mempunyai sistem perangkat deteksi yang relatif terbatas dibandingkan dengan sistem penciuman manusia. Putik-putik rasa di lidah manusia bisa mendeteksi kehadiran kurang lebih ½ lusin rasa pokok, mulai dari manis, masam, pahit, asin, sepat, sampai umami. Umami ini adalah sebuah rasa yang diketemukan oleh para periset Jepang, rasa enak yang kaya dan penuh yang dipicu oleh asam amino dalam lauk semacam kerang-kerangan, jamur, kentang, dan rumput laut. Hidung manusia bisa mendeteksi aroma yang hadir dalam jumlah sekian per trilyun, jumlah yang setara dengan 0,000000000003%. Aroma-aroma kompleks, seperti aroma kopi atau daging panggang, berisi gas-gas rentan dari hampir sejuta senyawa kimia yang berbeda-beda.
Tindakan meminum, mengulum, atau mengunyah suatu makanan itu akan melepaskan gas-gas rentannya. Menguap keluar mulut, kemudian masuk ke lubang hidung, atau masuk ke belakang mulut di pangkal hidung diantara kedua mata dimana terdapat selaput tipis berisi sel-sel syaraf yang bernama epithelium olfaktori. Sinyal bau yang rumit dari epithelium dengan sinyal rasa pokok dari putik lidah, lalu kedua sinyal tersebut digabungkan oleh otak yang kemudian memberikan sebuah penilaian rasa atas apa yang ada di dalam mulut itu.
Meski perasa umumnya timbul dari campuran banyak macam bahan kimia yang mudah menguap, akan tetapi satu senyawa kerap menghadirkan satu aroma dominan. Etil-2-Metil Butirat, misalnya, akan memberikan bau persis bau apel. Metil-2-Peridilketon akan membuat sesuatu terasa seperti popcorn, Etil-3—Hidroksibutanoat akan membuat serasa marshmallow, Heksanal akan terasa seperti bau rumput yang baru dipotong, Asam-3-Metil Butanoid akan membuatnya seperti bau badan.
Sebuah perusahaan bernama Red Arrow Product Company membuat perasa rasa asap yang unik yang ditambahkan kedalam saus barbekyu dan daging olahan.
Perasa yang membuat makanan menjadi terasa baru saja dipanggang diatas api ini, dibuat dengan membakar gosong serbuk gergaji dan kemudian mengurung senyawa asap aroma dalam air yang kemudian dibotolkan.
Guna memberi makanan olahan dengan suatu rasa yang lebih layak lagi, maka seorang flavoris tak akan ketinggalan juga memperhitungkan faktor mouthfell (cecapan mulut), sebuah kombinasi unik antara interaksi tekstur dan bahan kimia yang mempengaruhi bagaimana sebuah rasa dicerap. Teknolog pangan kini menggarap riset pokok bidang rheologi, sebuah cabang fisika yang mengamati alur dan deformasi materinya, dan sejumlah perusahaan piranti canggih berupaya mengukur cercapan mulut. Semisal, TA.XT2i Texture Analyser yang diproduksi oleh Texture Technology Corporation, yang melakukan kalkulasi berdasarkan data yang didapat dari 250 pemeriksaan terpisah.
Pada intinya mesin ini ibarat mulut mekanik yang menaksir sifat-sifat rheologis utama sebuah makanan, mulai dari pantulan, rambatan, titik retak, kepadatan, kekeriukan, keterkunyahan, keliatan, kekentalan, kekenyalan, daya lanting, kelicinan, kehalusan, kelembutan, kebasahan, keenceran, daya sebar, pantulan balik, dan keterlekatan. Cecapan mulut itu kini bisa diselaraskan lewat penggunaan pelbagai macam lemak, getah, kanji, pengemulsi, dan penstabil.
Beberapa kemajuan terpenting dalam pembuatan perasa kini muncul di bidang bioteknologi. Perasa-perasa njlimet dibikin lewat fermentasi, reaksi enzim, kultur jamur, dan kultur jaringan. Semua perasa yang dibikin lewat metode ini -termasuk yang disintesa oleh jamur- dianggap perasa alami oleh FDA.
Proses baru berbasis enzim ini berperan atas rasa produk-produk susu yang begitu mirip aslinya. Pengembangan teknik fermentasi baru seperti memanaskan campuran gula dan asam amino juga telah membuahkan penciptaan rasa daging yang jauh lebih realistis.

Perbedaan zat perasa buatan dan perasa alami

Namun demikian penggunaan bahan tambahan makanan tersebut yang melebihi ambang batas yang ditentukan ke dalam makanan atau produk-produk makanan dapat menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki dan merusak bahan makanan itu sendiri, bahkan berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Semua bahan kimia jika digunakan secara berlebih pada umumnya bersifat Hanya ada sedikit perbedaan di komposisi kimia perasa alami dan buatan.Keduanya dibuat di laboratorium oleh profesional yang terlatih, seorang ‘ahli rasa’, yang mencampur bahan-bahan kimia yang tepat dengan proporsi yang akurat.
Seorang ahli rasa menggunakan bahan-bahan kimia alami untuk membuat perasa alami dan bahan-bahan kimia sintetis untuk membuat perasa sintetis. Tetapi, pada dasarnya, si ahli rasa harus menggunakan bahan-bahan kimia yang sama untuk formula perasa buatannya dengan bahan-bahan kimia yang ia gunakan pada saat ia membuat perasa alami. Kalau tidak, rasanya tidak akan menjadi seperti yang diinginkan.
Perbedaan antara ‘alami’ dan ‘buatan’ datang dari ‘sumber’ bahan-bahan kimia yang dipakai dalam proses pembuatan perasa ini. Ini bisa disamakan seperti menyebut apel yang dijual di hotel adalah buatan dan apel yang dijual di toko buah adalah alami.
Hal ini sering membingungkan konsumen karena banyak contoh kasus yang demikian dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, kita dapat membuat ”zat pewarna” berwarna biru tua dari ekstrak blueberry atau pigmen sintetis. Komposisi kimia kedua zat perwarna ini sangat berbeda walaupun keduanya menghasilkan warna yang sama. Ini sama halnya seperti kaus yang terbuat dari bahan wol dan nilon. Keduanya adalah kaus, dengan komposisi kimia yang berbeda. Perbedaan seperti ini, tidak mungkin ada pada produksi perasa. Sebuah rasa tertentu hanya dapat diracik dari bahan-bahan kimia yang spesifik. Sehingga, bila anda membeli jus apel yang mengandung perasa buatan, anda akan mengkonsumsi bahan kimia yang sama seperti seandainya anda memilih untuk membeli jus apel dengan perasa natural.
Komposisi kimia perasa buatan lebih sederhana dan bahkan mungkin lebih aman karena hanya bahan-bahan kimia yang sudah lulus uji yang boleh digunakan untuk membuat makanan. Perbedaan lainnya ialah harga. Pencarian sumber perasa ”alami” kerap kali megharuskan produsen melewati proses yang sulit untuk memperoleh bahan kimia yang diinginkan.
Misalnya, perasa alami rasa kelapa, sangat bergantung pada bahan kimia bernama Massoya lactone. Massoya lactone dapat diperoleh dari kulit kayu pohon massoya, yang tumbuh di Malaysia. Untuk mendapatkan Massoya lactone, pohon massoya tersebut harus ditebang karena produsen harus menguliti batang pohon dan melakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan senyawa lactone-nya, proses yang tentu saja memakan banyak biaya. Perasa alami seperti ini memiliki komposisi yang identik dengan perasa buatan yang lahir di laboratorium seorang ahli kimia organik, namun jauh lebih mahal daripada alternatif sintetisnya. Konsumen pun, pada akhirnya harus membayar mahal untuk perasa alami yang kualitasnya tidak lebih baik, tidak lebih aman dan tidak lebih murah daripada perasa buatan.
Tubuh manusia mempunyai batasan maksimum dalam mentolerir seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang disebut ADI atau Acceptable Daily Intake. ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan.

B.     DAMPAK BAGI KESEHATAN
Penggunaan zat aditif memiliki keuntungan meningkatkan mutu makanan dan pengaruh negatif bahan tambahan pangan terhadap kesehatan.
Agar makanan dapat tersedia dalam bentuk yang lebih menarik dengan rasa yang enak, rupa dan konsentrasinya baik serta awet maka perlu ditambahkan bahan makanan atau dikenal dengan nama lain “food additive”.
Penggunaan bahan makanan pangan tersebut di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan lain-lain disertai dengan batasan maksimum penggunaannya. Di samping itu UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 10 ayat 1 dan 2 beserta penjelasannya erat kaitannya dengan bahan tambahan makanan yang pada intinya adalah untuk melindungi konsumen agar penggunaan bahan tambahan makanan tersebut benar-benar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan.
Pada produk pasta gigi misalnya, kandungan fluoride di dalam odol ternyata merupakan salah satu bahan baku pembuatan bom atom. Bermacam-macam rasa odol yang ditawarkan produsen dengan sasaran anak-anak, akan sangat berbahay jika anak-anak tersebut tidak dilengkapi dengan larangan untuk menelan pasta gigi tersebut.
Salah satu produk perasa makanan yang lain yang memiliki dampak bagi kesehatan adalah MSG (Monosodium Glutamate), penggunaan MSG yang berlebihan akan menganggu kesehatan khususnya pada anak-anak. Penurunan daya pikir anak adalah salah satu akibat pengkonsumsian MSG yang berlebihan.



DAFTAR PUSTAKA

  • BSN. 2006. Standar Nasional Indonesia tentang Bahan tambahan pangan-Persyaratan perisa dan penggunaan dalam produk pangan, SNI-01-7152-2006. Jakarta.
  • Codex Alimentarius Commision, 2008. Guidelines for The Use of Flavourings,CAC/GL 66 2008. Roma.
  • Supriyadi dan Anton Apriyantono, 2006. Perisa: Lingkup dan Definisi. Prosiding Penggunaan Perisa dalam Produk Pangan, 21 Desember 2004. BOM Jakarta.

Diakses hari senin tanggal 19 Desember 2010 pukul 16.17 WIB

Diakses hari senin tanggal 19 Desember 2010 pukul 16.29 WIB


Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5545075

1 komentar:

Bandar Slot Gacor mengatakan...

Minion77 situs Bandar Slot Online Gacor, Anda bisa main slot gratis.
Deposit Pulsa tanpa potong. Bonus slot nya setiap hari. Buruan Daftar & Mainkan!!!
Menang kan Slot Online dengan Aplikasi Slot lisensi Onix Gaming Slot.

Posting Komentar