Selasa, 21 Mei 2013

FORTIFIKASI


Masalah kekurangan gizi merupakan masalah yang kesehatan masyarakat yang butuh berbagai solusi dan peran dari semua pihak yang terkait. Kekurangan gizi yang terjadi tidak hanya kekurangan zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro yang mengakibatkan kompleksitas masalah. Dalam hal kekurangan zat gizi mikro, ada tiga jenis zat gizi mikro (micronutrient) yaitu iodium, besi,dan vitamin A yang secara luas menimpa lebih dari sepertiga penduduk dunia. Konsekuensi serius dari kekuarangan tersebut terhadap individu dan keluarga termasuk ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian.
Beberapa strategi intervensi utama pada kekurangan zat gizi mikro yang dilakukan antara lain:
      a)      suplementasi langsung pada masyarakat rentan atau kelompok masyarakat tertentu dengan suplemen zat gizimikro,
      b)      perbaikan makanan/pangan, dan
      c)      fortifikasi pangan yang lazim dikonsumsi (common foods) dengan zat gizimikro.
Intervensi ini memperlihatkan dua pendekatan utama terhadap perbaikan masalah kekurangan zat gizi mikro yaitu suplementasi dengan ‘pharmacological preparations’ yang berarti intervensi yang berbasiskan medis, dan fortifikasi pangan/perbaikan makanan, yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbasiskan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan zat gizimikro.
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atan lebih zat gizi (nutrien) ke pangan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi yang menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis.
Untuk menggambarkan proses penambahan zat gizi ke pangan, istilah-istilahlain seperti enrichment (pengkayaan), nutrification (Harris, 1968) atan restoration telah saling dipertukarkan, meskipun masing-masing mengimplikasikan tindakan spesifik. Fortifikasi mengacu kepada penambahan zat-zat gizi pada taraf yang lebih tinggi dari pada yang ditemukan pada pangan asal/awal atau pangan sebanding. Enrichment biasanya mengacu kepada penambahan satu atan lebih zat gizi pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar intemasional (indentitas pangan). Restoration mengacu kepada penggantian zat gizi yang hilang selama proses pengolahan, dan nutrification berarti membuat campuran makanan atau pangan lebih bergizi.
Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut:
     a.       Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).
      b.      Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang signifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.
      c.       Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula bayi.
     d.      Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega.
Keuntungan Fortifikasi Pangan Dibanding Dengan Suplementasi Dosis tinggi
Pembeda
Suplementasi
Fortifikasi Pangan
Keefektifan
Efektif untuk jangka panjang
Efektif untuk jangka menengah dan panjang
Cakupan
Hanya mencakup populasi yang mendapat pelayanan
Menjangkau semua segmen dari populasi sasaran
Kerelaan (Compliance)
Memerlukan motivasi yang berkelanjutan dari partisipan
Tidak memerlukan kerja sama yang intensif dan kerelaan pribadi masing-masing individu
Biaya pemeliharaan
Relatif membutuhkan biaya yang tinggi
Biaya rendah
Sumber daya eksternal
Dukungan eksternal dibutuhkan untuk memperoleh suplemen
Teknologi yang memadai tersedia dan mudah ditransfer
Kesinambungan (Sustainibility)
Tergantung pada kemauan dan sumber daya yang ada
Fortifikan (senyawa fortifikasi) mungkin perlu diimpor

Untuk penghampusan GAKI, pendekatan jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan Yodium. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt’ pada penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan tidak menambah warna, penambahan dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI.
Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemi gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti merupakan strategi termurah untuk memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin pendekatanjangka panjang (Cook and Reuser, 1983). Fortifikasi Zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan.. Penetapan target penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisiensi zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi masalah anemi besi (Ballot, 1989). Tahapan kritis dalam perencanaan program fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat diserap (Cook and Reuser, 1983). Harus diperhatikan bahwa wanita hamil membutuhkan zat besi sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan. Terdapat beberapa iortifikan yang umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti besi sulfat besi glukonat, besi laktat, besi ammonium sulfat, dan lain-lain.
Fortifikasi dengan vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan vitamin A. Bentuk komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A asetat dan vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol atau karoten (sebagai beta-karoten dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial untuk ditambahkan ke pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan minyak, garam, sereal, dan monosodium glutamat (MSG) telah (dapat) difortifikasi oleh vitamin A.
Industri pangan/makanan memegang peranan kunci dalam setiap program fortifikasi di setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem kesehatan masyarakat. Umumnya pemerintah tidak melakukan sendiri fortifikasi pangan. Hal ini adalah tugas/tanggungjawab dari perusahaan pengolahan makanan. Pegawai pemerintah harus bertindak sebagai penasehat, konsultan, koordinator, dan supervisor yang memungkinkan industri pangan/makanan melaksanakan fortifikasi pangan secara efektif dan menguntungkan. lndustri pangan/makanan juga dapat memainkan peranan yang nyata dalam strategi fortifikasi jangka panjang melalui penyediaan tenik preservation yang dikembangkan dan melalui peningkatan (promosi) pangan yang kaya zat gizi mikro yang tersedia secara lokal atau sebagai fortifikan.
Spesifiknya, industri pangan (baik nasional manpun multinasional) perlu untuk:
      a)      berpartisipasi sejak permulaam perencanaan program, yang akan menetapkan strategi fortifikasi yang layak,
      b)      mengidentifikasi mekanisme untuk kolaborasi antara pemerintah, industri pangan dan sistem pemasarannya, dan organisasi non pemerintah dan perwakilan donor,
      c)      membantu dalam mengidentifikasi pangan pembawa dan fortifikan yang sesuai,\
      d)     menetapkan dan mengembangkan sistem jaminan mutu (quality assurance system),
      e)      berpatisipasi dalam dukungan-dukungan promosi dan edukasi untuk mencapai populasi sasaran.
Kondisi-kondisi yang perlu untuk suksesnya program fortifikasi, antara lain adalah:
      1)      dukungan politik,
      2)      dukungan industri,
      3)      perangkat legislasi yang cukup termasuk pengendalian kualitas eksternal,
      4)      tingkat (taraf) fortifikasi yang tepat,
      5)      bioavailibilitas yang baik dari campuran,
      6)      tidak ada efek penghambat dari makanan asal (common diet),
      7)      pelatihan sumber daya manusia pada tingkat industri dan pemasaran,
      8)      akseptibilitas (keterimaan) konsumen,
      9)      tidak ada penolakan secara kultural (dan yang lain) terhadap pangan hasil fortifikasi,
     10)  penilaian laboratoris yang cukup (memadai) untuk status zat gizimikro,
     11)  dalam kasus kekurangan gizi besi, ketidakhadiran paratisme dan nondiit lain yang menyebabkan anemia, dan,
     12)  tidak ada kendala yang menyangkut usaha untuk mendapatkan gizi mikro.


Daftar pustaka :

Puspaningayu, Sani. 2009. Fortifikasi Pangan untuk Penderita Gizi Kurang. http://nadhiroh.blog.unair.ac.id/stats/?stats_author=Sani+Puspaningayu. Diakses pada 24 Maret 2011