Senin, 18 Februari 2013

PAM dan Sanitasi Makanan - CURING AND PICKLING AGENTS


A.     Curing ( Pengasinan )
Curing dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pengasinan, merupakan salah salah satu cara pengawetan dengan melakukan pemberian bahan-bahan preservatif seperti garam (NaCl), Na-nitrat, Na-nitrit, dan bahan lain yang dapat menambah cita rasa, biasanya dilakukan untuk mengawetkan daging. Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa (flavor) dan warna (color).
Curing daging membutuhkan garam yang merupakan bahan pengawet pangan pertama yang digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan penting dalam pengawetan produk-produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat tertentu, garam mencegah pertumbuhan beberapa tipe bakteri yang bertanggung jawab dalam pembusukan daging. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri, baik yang disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun oleh efek pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging.
Nitrit dan nitrat merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat mencegah pertumbuhan clostridium botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit oksida yang akan bergabung dengan myoglobin (Mb). Myoglobin merupakan pigmen yang menentukan warna merah alami pada daging yang tidak diasin. Setelah itu nitrit oksida dan myoglobin berubah menjadi nitrit oksida myoglobin (NOMb) yang berwarna merah cerah. Konsentrasi nitrit dalam produk tidak boleh melebihi 156 ppm. Bahkan untuk produk tertentu dibatasi < 120 ppm dan harus disertai sodium erythorbat/askorbat sebanyak 550 ppm untuk mencegah terbentuk senyawa karsinogenik nitrosamines. Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite.
Di Amerika Serikat, penggunaan sodium nitrite dalam proses curing daging telah diatur secara legal oleh sebuah regulasi yang dikembangkan Departemen Pertanian AS (USDA). Pembatasan dalam penggunaan nitrit sangat diperlukan karena nitrit akan bersifat racun bila dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan.
Menurut peraturan menteri kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging proses adalah 200 ppm. Sedangkan USDA (United States Departement Of Agriculture) membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai garam sodium atau potasium yaitu 239,7 g/100 L larutan garam, 62,8 g/100 kg daging untuk daging curing kering atau 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk sosis.
Bagi anak-anak dan orang dewasa pemakaian makanan yang mengandung nitrit ternyata membawa pengaruh yang kurang baik. Nitrit bersifat toksin bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Nitrit dalam tubuh dapat mengurangi masuknya oksigen ke dalam sel-sel atau otak.
Menurut beberapa ahli kimia, nitrit yang masuk ke dalam tubuh melalui bahan pengawet makanan akan bereaksi dengan amino dalam reaksi yang sangat lambat membentuk berbagai jenis nitrosamin yang kebanyakan bersifat karsinogenik kuat.
Hasil penelitian Magee dan Barnes (1954) menunjukkan bahwa nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies hewan termasuk manusia. Penelitian lebih lanjut menunjukkan nitrisodimetilamin juga merupakan kasinogen kuat, yang dapat menimbulkan tumor terutama pada hati dan ginjal tikus pecobaan.
Dari hasil percobaan terhadap tikus, 500 ppm dari nitrosamine menyebabkan tumor hati malignant dalam waktu 26 – 40 minggu. Pada dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor kandung kemih. Pada dosis 30 mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor ginjal. Tabel berikut menyajikan hubungan antara jumlah dosis dengan waktu timbulnya kanker dari penggunaan nitrosamin.
Tabel 1 Dosis Nitrosamin dan Waktu Timbulnya Kanker
Jumlah nitrosamine (per kg berat badan)
Waktu timbulnya kanker tanpa factor lain
0,30 mg
500 hari
0,15 mg
605 hari
0,075 mg
830 hari

Prosedur
Proses curing membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur dan tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut akan mempengaruhi keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukan konsentrasi garam dalam proses curing.
Prosedur yang digunakan dalam proses curing daging terdiri dari 1) Metode pengasinan kering, dilakukan proses yang bersifat tradisional karena merupakan metode pengasinan yang telah berusia tua. 2) Metode pengasinan basah lazim dinamakan dengan pengasinan tangki. Metode ini memiliki kemudahan dalam pengawasan dan mempunyai risiko kerusakan yang lebih kecil. Angka kehilangan berat akan lebih sedikit dalam pengasinan basah ini. Bahan-bahan pengasinan dapat dimasukkan ke dalam daging dengan tiga alternatif lain, yaitu dengan suntikan jarum, suntikan arteri, dan pompa setik. Di negara-negara maju, proses pengasinan sangat mudah dilakukan oleh siapa saja karena semua bahan, alat dan tempat untuk proses pengasinan tersebut dapat diperoleh dalam satu produk yang terjual secara komersial.
Daging yang telah diasinkan kemudian dapat disimpan selama beberapa hari dalam suhu rendah ( sekitar 50C ) untuk memberi waktu kepada bahan pengasin agar terdistribusi sempurna. Kemudian daging dibilas, yang selanjutnya siap disajikan atau diasap

B.     Pickling ( Pemberian Asam )
 Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein yang disebut denaturasi. Oleh karena sel mikroba terbentuk dari protein, asam yang dihasilkan oleh sejenis mikroba dalam suatu proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan jenis mikroba lain dalam bahan pangan tersebut. Dengan demikian pada proses fermentasi tersebut akan terjadi proses seleksi, yaitu mikroba pembusuk yang umumnya bersifat proteolitik akan terhambat pertumbuhannya.
Dalam pengawetan dengan asam, asam dapat dihasilkan oleh kultur bakteri pembentuk asam yang ditambahkan ke dalam bahan pangan. Asam juga dapat ditambahkan dengan sengaja dalam bentuk senyawa kimia seperti asam sitrat atau asam fosfat ke dalam minuman. Beberapa bahan pangan seperti sari buah jeruk atau sari buah nanas sudah mengandung asam secara alami sehingga secara alami pula memberikan pengaruh pengawetan terhadap sari buah tersebut. Pada umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang dapat diterima secara organoleptik tidak pernah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh sebab itu selalu ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan-bahan pangan sejenis ini.
Kombinasi asam dengan panas memberikan pengaruh pemusnahan mikroba yang lebih tinggi. Bahan pangan yang memiliki pH lebih rendah umumnya membutuhkan waktu sterilisasi yang relatif lebih singkat pada suhu yang sama dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki pH lebih tinggi. Sebagai contoh,untuk memusnahkan spora pada sop jagung dengan pH 6,45 dibutuhkan pemanasan pada suhu 1000C selama 255 menit, sedangkan pada buah per dengan pH 3,75 hanya dibutuhkan pemanasan pada suhu 1000C selama 30 menit.

Pengatur Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah :
·      Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat. yaitu terdapat di dalam soda kue (jumlah yang diizinkan adalah secukupnya).
·      Asam laktat, untuk makanan pelengkap serealia (15 g/kg), makanan bayi kalengan (2 g/kg), dan rnakanan-makanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, buah-buahan kaleng, bir, roti, margarin, keju, sardin, es krim, es puter, dan acar ketimun dalam botol (secukupnya).
·      Asam sitrat, untuk makanan pelengkap serealia (25 g/kg), makanan bayi kalengan (15 g/kg), coklat dan coklat bubuk (5 g/kg), dan makanan-rnakanan lain seperti pasta tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang, daging, kepiting dan sardin kalengan, margarin, keju, saus, sayur dan buah kaleng (secukupnya).
·      Kalium dan natrium bikarbonat, untuk coklat dan coklat bubuk (50 g/kg), mentega (2 g/kg), serta makanan lainnya seperti pasta tomat, jem/jeli, soda kue, dan makanan bayi (secukupnya).




DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/17633246/Bahan-Kimia-Dalam-Makanan diakses pada tanggal 17 Desember 2010 at 1 pm
http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55632 diakses pada tanggal 19 Desember 2010 at 11 am
http://drhyudi.blogspot.com/2009/07/daging-dan-produk-olahannya.html diakses pada tanggal 19 Desember 2010 at 11 am

0 komentar:

Posting Komentar