Kamis, 07 Februari 2013

PAM dan Sanitasi Makanan - Zat Pewarna


Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa factor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; di samping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain di pertimbangkan, secara visual factor warna tampil lebih dahulu dan kadang kadang sangat menentukan.
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak,dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerima warna suatu bahan bebeda-beda tergantung dari factor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima
Salah satu bahan tambahan makanan adalah zat pewarna, Penampilan makanan, termasuk warnanya, sangat berpengaruh untuk menggugah selera. Penambahan zat pewarna pada makanan bertujuan agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yakni ketersediaannya terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan meningkatkan biaya produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan teknologi pangan pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen.
Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005):
     1.      Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
     2.      Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan. Warna-warna tertentu dikaitkan dengan persepsi seseorang tentang cita rasa. Biasanya makanan atau minuman yang beraroma strawberry misalnya, maka pembuatnya akan memberikan zat warna merah. Begitu pun untuk cita rasa lainnya, seperti hijau untuk rasa apel atau melon, kuning untuk rasa nanas atau jeruk, dan coklat untuk karamel.
     3.      Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
    4.      Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
     5.      Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
Zat pewarna pada makanan secara umum digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis.
A.    Zat Pewarna Alami
Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis (Lee 2005).
Zat warna alami ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives”  karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.
Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah.
Zat pewarna alami meliputi warna karamel (dari gula yang dikaramelkan, digunakan untuk minuman kola dan kosmetik), annatto (pewarna kuning kemerahan yang berasal dari biji tanaman Achiote), pewarna hijau dari alga chlorella, cochineal (zat warna merah dari serangga Dactylopius coccus), kunyit, paprika, serta elderberry
Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan (Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya nur hidayat dan elfi anis saati terbitan Trubus Agrisarana 2006. dapat diperoleh di toko-toko buku se Indonesia) adalah:
      1.      Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.
     2.      Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.
      3.      Caramel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol
    4.      Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.
     5.      Antosianin, penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel,chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu).

B.     Zat Pewarna Buatan (sintesis)
Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut (Lee 2005).
Zat warna sintetis meliputi:
      1.      FD&C Blue No.1 (atau brilliant blue FCF atau E133)
      2.      FD&C Red No.40 (atau allura red AC atau E129)
      3.      FD&C Yellow No.5 (atau tartrazine atau E102)
      4.      FD&C Blue No.2 (atau indigotine atau E132)
      5.      FD&C Green No.3 (atau fast green FCF atau E143)
      6.      FD&C Red No.3 (atau erythrosine atau E127)
      7.      dan FD&C Yellow No.6 (atau sunset yellow FCF atau E110).
Zat warna tersebut disebut zat warna primer, sedangkan campuran dari zat-zat warna tersebut dinamakan warna sekunder.
Simbol FD&C berarti bahwa FDA (the Food and Drug Administration) telah menyetujui penggunaan zat warna bersangkutan pada makanan, obat, dan kosmetik. Sedangkan simbol E, seperti pada zat warna E143, berarti bahwa zat warna tersebut telah disetujui untuk digunakan di wilayah Uni Eropa.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker).
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada.
Kelarutan pewarna sintetik dikelompokkan menjadi 2, yaitu dye dan lake.
     A.    Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Digunakan untuk mewarnai minuman  berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu,pembungkus sosis, dan lain-lain
    B.     Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Merupakan pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar. Biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat.
Pemakaian zat pewarna dalam industri makanan
Zat warna sintetis dipakai sangat luas dalam pembuatan berbagai macam makanan. Zat warna tersebut dapat dicampurkan dan akan menghasilkan kisaran warna yang luas. Pemakaian zat warna oleh industri pangan jumlahnya boleh dikatakan tidak begitu banyak, yaitu biasanya tidak lebih dari 100 mg per kg produk .
Jenis Makanan dan Rata-rata Pemakaian (mg/kg)
     1.      Minuman ringan 50
     2.      Es loli 70
     3.      Sugar confectionery 100
     4.      Preserved dan table jellies 70
     5.      Baked goods – cake dan biskuit 60
     6.      Kalengan buah-buahan dan sayuran 70
     7.      Sosis 10
     8.      Ikan asap 30
     9.      Instant desserts 50
     10.  Produk-produk susu – yogurt 205
Zat pewarna yang dilarang di Indonesia
Zat-zat pewarna ada yang dilarang pula . Berikut Ada 30 jenis zat warna yang dinyatakan berbahaya melalui PERMENKES RI No. 239/Menkes/Per/V/85 Tentang Zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya. Zat warna berikut dinyatakan berbahaya bila digunakan dalam pengolahan makanan. Adapun zat warna yang dimaksud terdiri dari:
      1.      Auramin
      2.      Alkanet
      3.      Butter Yellow
      4.      Black 7984
      5.      Burn Umber
      6.      Chrysoindine
      7.       Chrysoine
      8.      Citrus red No.2
      9.      Chocolate Brown FB
      10.  Fast Red E
      11.  Fast Yellow AB
      12.  Guinea Green B
      13.  Indanthrene Blue RS
      14.  Magenta
      15.  Metanil Yellow
      16.  Oil Orange SS
      17.  Oil Orange XO
      18.   Oil Yellow AB
      19.  Oil Yellow OB
      20.  Orange G
      21.  Orange GGN
      22.  Orange RN
      23.  Orchid and Orcein
      24.  Ponceau 3R
      25.  Ponceau SX
      26.  Ponceau 6R
      27.  Rhodamin B
      28.  Sudan I
      29.  Scarlet GN
      30.  Violet 6B

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan dari Bahan Tambahan Makanan, maka perlu memperhatikan beberapa hal dibawah ini ketika membeli makanan, yaitu
    1.      Kode registrasi produk, Ini untuk menandakan apakah produk yang bersangkutan sudah terdaftar di Badan POM. Produk yang telah teregistrasi biasanya telah dikaji keamanannya. Penyimpangan bisa saja terjadi jika produsen melakukan perubahan tanpa sepengetahuan Badan POM setelah nomor registrasi didapatkan. Namun dengan mekanisme pengawasan dan kontrol yang dilakukan secara rutin oleh Badan POM, penyimpangan ini bisa terdeteksi.
     2.      Ingredient atau bahan-bahan yang terkandung dalam produk pangan, Sebaiknya hindari membeli produk yang tidak mencantumkan informasi bahan kandungannya.
     3.      Petunjuk aturan pakai, Informasi ini untuk memudahkan Anda dalam mengonsumsi produk pangan.
   4.      Informasi efek samping, Ini salah satu faktor penting yang perlu diketahui sebelum membeli dan mengonsumsi produk pangan khususnya yanq berisiko pada orang-orang tertentu.
    5.      Expired date atau kedaluwarsa produk, Pastikan produk pangan yang dibeli masih belum kedaluwarsa agar tetap terjamin keamanannya.
Efek Penggunaan Pewarna Makanan bagi Kesehatan
            Zat warna yang dimetabolisme dan atau dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang masuk ke empedu memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorbsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga dihidrolisis dan N atau O-dealkilasi oleh enzim mikrosomal hati atau diikat oleh protein-protein hati. Senyawa yang merupakan metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai pada ikatan azonya membentuk aminonaftol. Misalnya, Citrus red No. 2 dalam ekskresinya pada urine tikus yang telah diberi makan zat warna tersebut, ternyata menjadi senyawa 1-amino-2-naftisulfat dan 1-amino-naftiglukuronida.
            Dokter Kinosita telah melihat adanya efek karsinogenik pada iritasi kimia. Salah satu percobaannya adalah dengan cara member makanan hewan-hewan percobaan di laboratorium dengan senyawa-senyawa zat warna yang dianggap karsinogen. Untuk dosis kurang lebih 3mg/ hari pada tikus-tikus, sebagian mati sebelum 30 hari, sisanya yang mampu bertahan sampai hari ke 150 telah terkena macam-macam tumor hati, dengan dosis kecil (1mg/hari) pada semua tikus berkembang tumor hati, dalam hal ini zat warna yang digunakan adalah butter yellow. Keadaan kanker pasti terjadi sesudah adanya iritasi pada tubuh tikus.
            Efek kronis yang diakibatkan oleh zat warna azo yang dimakan dalam waktu lama, pada percobaan dipakai ortoaminoazo-toluen yang menyebabkan kanker hati. Selain senyawa-senyawa azo lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan waktunya lebih lama. Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam penelitiannya, karena hamper 90 % bahan pewarna pangan terdiri dari zat warna azo.
            Zat warna diabsorbsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari salueran pencernaan dibawa langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena cava superior. Di dalam hati, senyawa dimetabolisme dan atau dikonjugasi, lalu ditransportasikan ke ginjal untuk diekskresikan bersama urine. Senyawa-senyawa tersebut dibawa dalam aliran darah sebagai berikut :
      1.      Sebagai molekul-molekul yang tersebar dan larut dalam plasma
      2.      Sebagai molekul-molekul yang terikat reversible dengan protein dan konstituen-konstituen lain dalam sel
    3.      Sebagai molekul-molekul bebas atau terikat tanpa mengandung eritrosit dan unsure-unsur lain dalam pembentukan darah

       DAFTAR PUSTAKA 
PERMENKES RI No. 239/Menkes/Per/V/85 Tentang Zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.
(No. 235/MEN.KES/PER/VI/79)
peraturan Menteri Kesehatan R.I.No.329/Menkes/PER/XII/76
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna rhodamine B dan auramine secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan.
http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1999a.htm. [30 September 2006 ]
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

0 komentar:

Posting Komentar