A. Curing
( Pengasinan )
Curing dalam bahasa Indonesia
diartikan sebagai pengasinan, merupakan salah salah satu cara pengawetan dengan melakukan pemberian
bahan-bahan preservatif seperti garam (NaCl), Na-nitrat, Na-nitrit, dan bahan
lain yang dapat menambah cita rasa, biasanya dilakukan
untuk mengawetkan daging. Curing
memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa (flavor) dan
warna (color).
Curing daging membutuhkan garam yang merupakan bahan
pengawet pangan pertama yang digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan penting
dalam pengawetan produk-produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat tertentu,
garam mencegah pertumbuhan beberapa tipe bakteri yang bertanggung jawab dalam
pembusukan daging. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri, baik yang
disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun oleh efek
pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging.
Nitrit dan nitrat
merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging pada
proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat mencegah pertumbuhan clostridium
botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia sehingga menyebabkan
botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit oksida yang akan bergabung
dengan myoglobin (Mb). Myoglobin merupakan pigmen yang menentukan warna merah
alami pada daging yang tidak diasin. Setelah itu nitrit oksida dan myoglobin
berubah menjadi nitrit oksida myoglobin (NOMb)
yang berwarna merah cerah. Konsentrasi
nitrit dalam produk tidak boleh melebihi 156 ppm. Bahkan untuk produk tertentu
dibatasi < 120 ppm dan harus disertai sodium erythorbat/askorbat sebanyak
550 ppm untuk mencegah terbentuk senyawa karsinogenik nitrosamines. Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini telah
diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite.
Di Amerika Serikat, penggunaan sodium
nitrite dalam proses curing daging telah diatur secara legal oleh sebuah
regulasi yang dikembangkan Departemen Pertanian AS (USDA). Pembatasan dalam
penggunaan nitrit sangat diperlukan karena nitrit akan bersifat racun bila
dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan.
Menurut peraturan menteri kesehatan RI nomor
722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan menyatakan bahwa kadar
nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging proses adalah 200 ppm. Sedangkan
USDA (United States Departement Of Agriculture) membatasi penggunaan
maksimum nitrit sebagai garam sodium atau potasium yaitu 239,7 g/100 L larutan
garam, 62,8 g/100 kg daging untuk daging curing kering atau 15,7 g/100 kg
daging cacahan untuk sosis.
Bagi anak-anak dan orang dewasa pemakaian makanan yang
mengandung nitrit ternyata membawa pengaruh yang kurang baik. Nitrit bersifat
toksin bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Nitrit dalam tubuh dapat
mengurangi masuknya oksigen ke dalam sel-sel atau otak.
Menurut beberapa ahli kimia, nitrit yang masuk ke
dalam tubuh melalui bahan pengawet makanan akan bereaksi dengan amino dalam
reaksi yang sangat lambat membentuk berbagai jenis nitrosamin yang kebanyakan
bersifat karsinogenik kuat.
Hasil penelitian Magee dan Barnes (1954) menunjukkan
bahwa nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies hewan termasuk
manusia. Penelitian lebih lanjut menunjukkan nitrisodimetilamin juga merupakan
kasinogen kuat, yang dapat menimbulkan tumor terutama pada hati dan ginjal
tikus pecobaan.
Dari hasil percobaan terhadap tikus, 500 ppm dari
nitrosamine menyebabkan tumor hati malignant dalam waktu 26 – 40 minggu. Pada
dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor kandung kemih. Pada dosis 30
mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor ginjal. Tabel berikut
menyajikan hubungan antara jumlah dosis dengan waktu timbulnya kanker dari
penggunaan nitrosamin.
Tabel 1 Dosis
Nitrosamin dan Waktu Timbulnya Kanker
Jumlah
nitrosamine (per kg berat badan)
|
Waktu
timbulnya kanker tanpa factor lain
|
0,30 mg
|
500 hari
|
0,15 mg
|
605 hari
|
0,075 mg
|
830 hari
|
Prosedur
Proses curing membutuhkan garam dalam
konsentrasi tertentu untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam
yang ditambahkan dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti
temperatur dan tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut akan mempengaruhi
keefektifan fungsi garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukan
konsentrasi garam dalam proses curing.
Prosedur yang digunakan dalam proses
curing daging terdiri dari 1) Metode pengasinan kering, dilakukan proses yang
bersifat tradisional karena merupakan metode pengasinan yang telah berusia tua.
2) Metode pengasinan basah lazim dinamakan dengan pengasinan tangki. Metode ini
memiliki kemudahan dalam pengawasan dan mempunyai risiko kerusakan yang lebih
kecil. Angka kehilangan berat akan lebih sedikit dalam pengasinan basah ini. Bahan-bahan
pengasinan dapat dimasukkan ke dalam daging dengan tiga alternatif lain, yaitu
dengan suntikan jarum, suntikan arteri, dan pompa setik. Di negara-negara maju,
proses pengasinan sangat mudah dilakukan oleh siapa saja karena semua bahan,
alat dan tempat untuk proses pengasinan tersebut dapat diperoleh dalam satu
produk yang terjual secara komersial.
Daging yang telah diasinkan kemudian dapat
disimpan selama beberapa hari dalam suhu rendah ( sekitar
50C ) untuk
memberi waktu kepada bahan pengasin agar terdistribusi sempurna. Kemudian daging dibilas, yang selanjutnya siap disajikan atau diasap
B. Pickling
( Pemberian Asam )
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat
menyebabkan kerusakan protein yang disebut denaturasi. Oleh karena sel mikroba
terbentuk dari protein, asam yang dihasilkan oleh sejenis mikroba dalam suatu
proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan jenis mikroba lain dalam bahan
pangan tersebut. Dengan demikian pada proses fermentasi tersebut akan terjadi
proses seleksi, yaitu mikroba pembusuk yang umumnya bersifat proteolitik akan
terhambat pertumbuhannya.
Dalam pengawetan dengan asam, asam dapat
dihasilkan oleh kultur bakteri pembentuk asam yang ditambahkan
ke dalam bahan pangan. Asam juga dapat ditambahkan dengan sengaja dalam bentuk senyawa kimia seperti asam sitrat atau asam fosfat ke dalam
minuman. Beberapa bahan pangan seperti sari buah jeruk
atau sari buah nanas sudah mengandung asam secara alami sehingga
secara alami pula memberikan pengaruh pengawetan terhadap sari buah tersebut.
Pada umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang
dapat diterima secara organoleptik tidak pernah cukup
untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh sebab itu selalu ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan-bahan pangan
sejenis ini.
Kombinasi asam dengan panas
memberikan pengaruh pemusnahan mikroba yang lebih tinggi. Bahan pangan yang memiliki pH lebih rendah umumnya
membutuhkan waktu sterilisasi yang relatif lebih singkat
pada suhu yang sama dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki pH lebih tinggi. Sebagai contoh,untuk memusnahkan spora pada sop jagung
dengan pH 6,45 dibutuhkan pemanasan pada suhu 1000C
selama 255 menit, sedangkan pada buah per dengan pH 3,75
hanya dibutuhkan pemanasan pada suhu 1000C selama 30 menit.
Pengatur
Keasaman (Pengasam, Penetral dan Pendapar)
Fungsi pengatur keasaman pada
makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau
menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam
makanan, tetapi seringkali terdapat di dalarn bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan
dalam makanan, diantaranya adalah :
·
Aluminium
amonium/kalium/natrium sulfat. yaitu
terdapat di dalam soda kue (jumlah yang diizinkan
adalah secukupnya).
·
Asam laktat, untuk makanan pelengkap serealia (15 g/kg), makanan bayi kalengan (2 g/kg), dan rnakanan-makanan lain seperti pasta
tomat, jem/jeli, buah-buahan kaleng, bir, roti, margarin, keju, sardin, es
krim, es puter, dan acar ketimun dalam botol (secukupnya).
·
Asam sitrat, untuk makanan pelengkap serealia (25 g/kg),
makanan bayi kalengan (15 g/kg), coklat dan coklat bubuk (5 g/kg), dan makanan-rnakanan lain seperti pasta
tomat, jem/jeli, minuman ringan, udang, daging, kepiting dan sardin kalengan,
margarin, keju, saus, sayur dan buah kaleng (secukupnya).
·
Kalium dan
natrium bikarbonat, untuk coklat dan coklat bubuk
(50 g/kg), mentega (2 g/kg), serta makanan lainnya seperti pasta tomat, jem/jeli, soda kue, dan
makanan bayi (secukupnya).
DAFTAR PUSTAKA
http://ftpunisri.blogspot.com/2007/10/jangan-gunakan-formalin-untuk.html
diakses pada tanggal 17 Desember 2010 at 1 pm
http://www.unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan/Topik2/PPT/Sub-topik%202.2.pdf
diakses pada tanggal 17 Desember 2010 at 1 pm
http://www.scribd.com/doc/17633246/Bahan-Kimia-Dalam-Makanan
diakses pada tanggal 17 Desember 2010 at 1 pm
http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55632
diakses pada tanggal 19 Desember 2010 at 11 am
http://www.kursustristar.com/info-bahan-tambahan-pangan-food-additive-yang-diperbolehkan-dep-kes/
diakses pada tanggal 19 Desember 2010 at 11 am
http://drhyudi.blogspot.com/2009/07/daging-dan-produk-olahannya.html diakses pada tanggal 19 Desember 2010 at 11 am
0 komentar:
Posting Komentar