Masalah
kekurangan gizi merupakan masalah yang kesehatan masyarakat yang butuh berbagai
solusi dan peran dari semua pihak yang terkait. Kekurangan gizi yang terjadi
tidak hanya kekurangan zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro yang
mengakibatkan kompleksitas masalah. Dalam hal kekurangan zat gizi mikro, ada
tiga jenis zat gizi mikro (micronutrient) yaitu iodium, besi,dan vitamin A yang
secara luas menimpa lebih dari sepertiga penduduk dunia. Konsekuensi serius
dari kekuarangan tersebut terhadap individu dan keluarga termasuk
ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan produktivitas kerja, kesakitan,
dan bahkan kematian.
Beberapa
strategi intervensi utama pada kekurangan zat gizi mikro yang dilakukan antara
lain:
a) suplementasi
langsung pada masyarakat rentan atau kelompok masyarakat tertentu dengan
suplemen zat gizimikro,
b) perbaikan
makanan/pangan, dan
c) fortifikasi
pangan yang lazim dikonsumsi (common foods) dengan zat gizimikro.
Intervensi
ini memperlihatkan dua pendekatan utama terhadap perbaikan masalah kekurangan
zat gizi mikro yaitu suplementasi dengan ‘pharmacological preparations’ yang
berarti intervensi yang berbasiskan medis, dan fortifikasi pangan/perbaikan
makanan, yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang berbasiskan pangan untuk
mengatasi masalah kekurangan zat gizimikro.
Fortifikasi pangan
adalah penambahan satu atan lebih zat gizi (nutrien) ke pangan. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah
pencegahan defisiensi yang menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada
penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis.
Untuk
menggambarkan proses penambahan zat gizi ke pangan, istilah-istilahlain seperti
enrichment (pengkayaan), nutrification (Harris, 1968) atan restoration telah
saling dipertukarkan, meskipun masing-masing mengimplikasikan tindakan
spesifik. Fortifikasi mengacu kepada penambahan zat-zat gizi pada taraf yang
lebih tinggi dari pada yang ditemukan pada pangan asal/awal atau pangan
sebanding. Enrichment biasanya mengacu kepada penambahan satu atan lebih zat
gizi pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar intemasional
(indentitas pangan). Restoration mengacu kepada penggantian zat gizi yang
hilang selama proses pengolahan, dan nutrification berarti membuat campuran
makanan atau pangan lebih bergizi.
Secara
umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut:
a. Untuk
memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan
zat gizi yang ditambahkan).
b. Untuk
mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang signifikan dalam
pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.
c. Untuk
meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan
sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula bayi.
d. Untuk
menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan
lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega.
Keuntungan
Fortifikasi Pangan Dibanding Dengan Suplementasi Dosis tinggi
Pembeda
|
Suplementasi
|
Fortifikasi Pangan
|
Keefektifan
|
Efektif untuk jangka panjang
|
Efektif untuk jangka menengah dan
panjang
|
Cakupan
|
Hanya mencakup populasi yang mendapat
pelayanan
|
Menjangkau semua segmen dari populasi
sasaran
|
Kerelaan (Compliance)
|
Memerlukan motivasi yang berkelanjutan
dari partisipan
|
Tidak memerlukan kerja sama yang
intensif dan kerelaan pribadi masing-masing individu
|
Biaya pemeliharaan
|
Relatif membutuhkan biaya yang tinggi
|
Biaya rendah
|
Sumber daya eksternal
|
Dukungan eksternal dibutuhkan untuk
memperoleh suplemen
|
Teknologi yang memadai tersedia dan
mudah ditransfer
|
Kesinambungan (Sustainibility)
|
Tergantung pada kemauan dan sumber
daya yang ada
|
Fortifikan (senyawa fortifikasi)
mungkin perlu diimpor
|
Untuk
penghampusan GAKI, pendekatan jangka panjang adalah fortifikasi pangan dengan
Yodium. Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Yodida (KI) dan Kalium
Iodat (KID3). Iodat lebih stabil dalam ‘impure salt’ pada penyerapan dan kondisi
lingkungan (kelembaban) yang buruk penambahan tidak menambah warna, penambahan
dan rasa garam. Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif
memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI.
Dibandingkan
dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemi gizi besi,
fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti merupakan strategi
termurah untuk memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi yang
terbesar, dan menjamin pendekatanjangka panjang (Cook and Reuser, 1983).
Fortifikasi Zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan..
Penetapan target penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan
defisiensi zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi
masalah anemi besi (Ballot, 1989). Tahapan kritis dalam perencanaan program
fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat
diserap (Cook and Reuser, 1983). Harus diperhatikan bahwa wanita hamil
membutuhkan zat besi sangat besar selama akhir trimester kedua kehamilan.
Terdapat beberapa iortifikan yang umum digunakan untuk fortifikasi besi seperti
besi sulfat besi glukonat, besi laktat, besi ammonium sulfat, dan lain-lain.
Fortifikasi
dengan vitamin A adalah strategi jangka panjang untuk mempertahankan kecukupan
vitamin A. Bentuk komersial yang paling penting dari vitamin A adalah vitamin A
asetat dan vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retionol atau karoten
(sebagai beta-karoten dan beta-apo-8’ karotenal) dapat dibuat secara komersial
untuk ditambahkan ke pangan. Pangan pembawa seperti gula, lemak, dan minyak,
garam, sereal, dan monosodium glutamat (MSG) telah (dapat) difortifikasi oleh
vitamin A.
Industri
pangan/makanan memegang peranan kunci dalam setiap program fortifikasi di
setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem kesehatan masyarakat.
Umumnya pemerintah tidak melakukan sendiri fortifikasi pangan. Hal ini adalah
tugas/tanggungjawab dari perusahaan pengolahan makanan. Pegawai pemerintah
harus bertindak sebagai penasehat, konsultan, koordinator, dan supervisor yang
memungkinkan industri pangan/makanan melaksanakan fortifikasi pangan secara
efektif dan menguntungkan. lndustri pangan/makanan juga dapat memainkan peranan
yang nyata dalam strategi fortifikasi jangka panjang melalui penyediaan tenik
preservation yang dikembangkan dan melalui peningkatan (promosi) pangan yang
kaya zat gizi mikro yang tersedia secara lokal atau sebagai fortifikan.
Spesifiknya,
industri pangan (baik nasional manpun multinasional) perlu untuk:
a) berpartisipasi
sejak permulaam perencanaan program, yang akan menetapkan strategi fortifikasi
yang layak,
b) mengidentifikasi
mekanisme untuk kolaborasi antara pemerintah, industri pangan dan sistem pemasarannya, dan organisasi non pemerintah dan perwakilan donor,
c) membantu
dalam mengidentifikasi pangan pembawa dan fortifikan yang sesuai,\
d) menetapkan
dan mengembangkan sistem jaminan mutu (quality assurance system),
e) berpatisipasi
dalam dukungan-dukungan promosi dan edukasi untuk mencapai populasi sasaran.
Kondisi-kondisi
yang perlu untuk suksesnya program fortifikasi, antara lain adalah:
1) dukungan
politik,
2) dukungan
industri,
3) perangkat
legislasi yang cukup termasuk pengendalian kualitas eksternal,
4) tingkat
(taraf) fortifikasi yang tepat,
5) bioavailibilitas
yang baik dari campuran,
6) tidak
ada efek penghambat dari makanan asal (common diet),
7) pelatihan
sumber daya manusia pada tingkat industri dan pemasaran,
8) akseptibilitas
(keterimaan) konsumen,
9) tidak
ada penolakan secara kultural (dan yang lain) terhadap pangan hasil fortifikasi,
10) penilaian
laboratoris yang cukup (memadai) untuk status zat gizimikro,
11) dalam
kasus kekurangan gizi besi, ketidakhadiran paratisme dan nondiit lain yang
menyebabkan anemia, dan,
12) tidak
ada kendala yang menyangkut usaha untuk mendapatkan gizi mikro.
Daftar
pustaka :
Puspaningayu, Sani. 2009. Fortifikasi Pangan untuk Penderita Gizi Kurang. http://nadhiroh.blog.unair.ac.id/stats/?stats_author=Sani+Puspaningayu.
Diakses pada 24 Maret 2011